Boy Pardamean Mahulae_Planologi'14_0061_Tugas-Tekom
Kamis, 30 Juli 2015
Minggu, 14 Juni 2015
Tata Ruang Pariwisata
TATA RUANG PARIWISATA
Perencanaan tata
ruang pariwisata (tourism
spatial planning) tampaknya
kalah perhatian terhadap pemahaman
tentang pariwisata sebagai industri dan bisnis, sebagai sumber devisa, dan
lainnya. Tourism planning sendiri pun masih relatif baru. Menurut
sejarahnya di berbagai negara maju, perkembangan pariwisata diawali dengan
tumbuhnya hotel dan penginapan untuk melayani pelaku perjalanan. Ada yang
didirikan di sepanjang pantai untuk akomodasi wisatawan yang akan menikmati
keindahan alam dan rekreasi pantai, ada pula hotel yang dibangun di lokasi
strategis untuk akomodasi pelaku perjalanan yang perlu transit (singgah) sebelum
sampai ke tujuannya(Parma,
2013).
Di tengah
tuntutan yang semakin tinggi terhadap perlunya peningkatan kinerja sektor
pariwisata agar dapat memenuhi pencapaian target-target ekonometrik, terasa
bahwa pembenahan sumber daya manusia dan birokrasi belum kuat disuarakan.
Terdapat kesan yang cukup menonjol bahwa perhatian kita terutama masih bertumpu
pada aspek kuantitatif, yakni seberapa besar devisa, kesempatan kerja, kunjungan
wisatawan dan sebagainya, sementara aspek kualitatif yang antara lain dilihat
dari perubahan positif mutu sumberdaya manusia cenderung diabaikan. Hal ini
sebenamya bertentangan dengan tujuan logika yang mendasari pembangunan pariwisata
itu sendiri, bahwa target-target ekonomi tersebut hanya dapat dicapai jika
persoalan sumberdaya manusia lebih dulu ditangani. Oleh karena itu pembicaraan tentang masalah
pengembangan sumber daya manusia pariwisata, apalagi dalam konteks perdagangan bebas,
seharusnya juga diarahkan pada pembenahan sumberdaya manusia di tingkat
birokrasi. Berbagaikajian menunjukkan bahwa salah satu titik lemah pembangunan
sektor pariwisata kita terletak pada kemampuan birokrasi yang jauh dari
memadai, baik untuk menyusun perencanaan pengembangan program kepariwisataan,
regulasi, sampai koordinasi lintas-sektoral. Keterbatasan seperti ini jelas
tidak akan mampu menghasilkan produk wisata yang berdaya saing tinggi di pasar
internasional. Pemerintah Indonesia melalui amanat Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN) mengharapkan sektor pariwisata
dapat memainkan peran strategis sebagaisumber pendapatan dan devisa nasional,
pencipta kesempatan kerja dan berusaha, sekaligus sebagai media untuk melestarlkan
nilai-nilai budaya. Dalam aras ini, pembangunan pariwisata terutama dilihat
sebagai penggerak mesin ekonomi: pengumpul devisa, juru selamat dan paspor
pembanguna. Banyak studi menunjukkan bahwa pariwisata memainkan peranan yang sangatpenting
dalammeningkatkan pendapatan pemerintah dan memiliki dampak ekonomi yang
positif di beberapa negara(Kusworo
& Damanik, 2002).
Esensi pengaturan
alih fungsi lahan dalam perspektif tata ruang adalah bahwa aturan
perundang-undangan sangat menentukan terhadap alih fungsi lahan, dengan adanya pengaturan
berupa undang-undang tentang tata ruang dan sebagainya diharapkan supaya alih
fungsi lahan untuk pembangunan pariwisata harus berbasis lingkungan hidup dan
kesejahteraan masyarakat secara merata, alih fungsi lahan untuk pembangunan
pariwisata harus mengacu kepada tata ruang yang sudah ditentukan oleh
pemerintah, jadi pengaturan tersebut sangat esensial guna memberikan kepastian
hukum dan perlindungan terhadap lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat
secara merata. Syarat-syarat penetapan mekanisme alih fungsi lahan atau
perizinan untuk pembangunan sarana prasarana pariwisata masih banyak dilanggar
atau belum efektif, masih banyak para investor yang melanggar syarat-syarat dan
mekanisme perizinan sehingga penegakan hukum belum efektif(Zubaedi,
2014).
Daftar Pustaka
Rabu, 08 Oktober 2014
KOTA SIBOLGA
Kota Sibolga adalah sebuah kota yang berada di pulau Sumatera, provinsi Sumatera Utara. Kota ini terletak di pantai barat pulau Sumatera,
membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan
teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli, sekitar ± 350 km dari kota Medan. Kota ini hanya memiliki luas ±10,77 km² dan berpenduduk sekitar 84.481 jiwa.
Pada masa Hindia-Belanda kota ini pernah menjadi ibu kota Residentie Tapanuli. Setelah masa kemerdekaan hingga tahun 1998, Sibolga menjadi ibu kota Kabupaten Tapanuli Tengah. Kota Sibolga dipengaruhi oleh letaknya yaitu berada pada daratan pantai, lereng, dan pegunungan. Terletak pada ketinggian berkisar antara 0 - 150 meter dari atas permukaan laut, dengan kemiringan lahan kawasan kota ini bervariasi antara 0-2 % sampai lebih dari 40 %. (http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Sibolga)
Ini adalah sejarah singkat tentang Kota Sibolga.
Kota Sibolga memiliki iklim tropis dan musim yang tidak menentu sehingga Kota Sibolga sangat berpotensi dalam sumber daya alam bidang kelautan dan pertanian.
Dengan luas wilayah yang kecil, Sibolga mampu membangun sarana dan prasarana yang baik dan memadai sehingga menciptakan sumber daya manusia yang terbilang unggul dalam bidang akademik, spiritual, maupun atitude. Sibolga memiliki pelabuhan yang menjadi salah satu aspek sarana perhubungan dan sarana transaksi bagi masyarakat dan kini Kota Sibolga telah memiliki bandar udara sehingga membuat kota ini menjadi salah satu kota yang memiliki jaringan yang termasuk lengkap.
Jumlah penduduk di Kota Sibolga pada sensus tahun 2010 sebesar 84.481 orang dengan luas 10,77 km². Memiliki 4 kecamatan yaitu Sibolga Utara, Sibolga Kota, Sibolga Selatan dan Sibolga Sambas dan 17 kelurahan yaitu Sibolga Ilir, Angin Naul, Hutabarangan, Hutatongatonga, Simaremare, Pasar Baru, Pasar Belakang, Pancuran Gerobak, Kota Baringin, Pancuran Kerambi, Pancuran Pinang, Pancuran Kerambi, Pancuran Dewa, Aek Muara Pinang, Aek Habil, Aek Parombunan dan Aek Manis.( http://www.sibolgakota.go.id/index.php/pemerintahan/kelurahan)
Berkaitan dengan perencanaan wilayah dan Kota Sibolga, Kota Sibolga memang sudah memiliki sarana dan prasarana yang memadai layaknya sebuah kota. Pertumbuhan penduduk dan luas wilayah Kota Sibolga termasuk seimbang. Bangunan-bangunan yang ada di Kota Sibolga kebanyakan bangunan yang mewah. Di pusat kotanya juga bentuk jalannya didesain bersekat dan tersusun rapi. Pasar juga terletak di daerah yang strategis karena dilalui oleh angkutan umum dan tempanya berada ditengah-tengah kota.
Trasnportasi di Kota sibolga pada umumnya masyarakat kebanyakan menggunakan angkutan umum, sehingga dibandingkan dengan kota-kota yang lainnya, Kota Sibolga memiliki jumlah angkutan umum yang cukup besar. Kota Sibolga sampai saat ini belum pernah terkena macet karena jumlah kendaraan bermotornya masih dalam jumlah yang seimbang dengan luas wilayah Kota Sibolga saat ini.
Namun kendala pada saat ini adalah lampu lalu lintas yang kini menjadi permasalahan di Kota Sibolga, yaitu lampu hijau yang sama-sama menyala meskipun berlawanan arah.
Perempatan jalan di Kota Sibolga memang masih menggunakan lampu lalu lintas yang lampu hijau nya searah, ini pasti sangat membahayakan bagi pengguna jalan raya di Kota Sibolga. (http://kabartapanuli.com/blog/2014/05/08/lampu-merah-di-sibolga-paling-aneh-se-indonesia/) dan juga lampu lalu lintas di jalan Imam Bonjol yang tak berfungsi, sudah sering terjadi kecelakaan di jalan tersebut namun sampai saat ini belum ada perbaikan untuk menyalakan lampu yang kini hanya dipergunakan sebagai lampu pajangan di jalan saja.

Visi dan misi saya masuk Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro:
Visi : saya ingin nantinya pulang ke Sibolga dan menjadi pemimpin di sana, saya juga
akan memperbaiki sistem tatanan kota yang kurang baik di sana seperti masalah
lampu lalu lintas yang terjadi sekarang ini.
Misi. : belajar dan bekerja keras guna memperdalam ilmu tentang perencanaan kota dan
meningkatkan hard skill dan soft skill untuk menunjang pembentukan seorang
planner yang berkualitas dan tidak lupa juga berdoa sambil berusaha.
Pada masa Hindia-Belanda kota ini pernah menjadi ibu kota Residentie Tapanuli. Setelah masa kemerdekaan hingga tahun 1998, Sibolga menjadi ibu kota Kabupaten Tapanuli Tengah. Kota Sibolga dipengaruhi oleh letaknya yaitu berada pada daratan pantai, lereng, dan pegunungan. Terletak pada ketinggian berkisar antara 0 - 150 meter dari atas permukaan laut, dengan kemiringan lahan kawasan kota ini bervariasi antara 0-2 % sampai lebih dari 40 %. (http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Sibolga)
Ini adalah sejarah singkat tentang Kota Sibolga.
Kota Sibolga dahulunya merupakan Bandar kecil di Teluk Tapian Nauli dan
terletak di Poncan Ketek. Pulau kecil ini letaknya tidak jauh dari kota
Sibolga yang sekarang ini. Diperkirakan Bandar tersebut berdiri sekitar
abad delapan belas dan sebagai penguasa adalah “Datuk Bandar”.
Kemudian pada zaman pemerintahan kolonial Belanda, pada abad sembilan
belas didirikan Bandar Baru yaitu Kota Sibolga yang sekarang, karena
Bandar di Pulau Poncan Ketek dianggap tidak akan dapat berkembang.
Disamping pulaunya terlalu kecil juga tidak memungkinkan menjadi Kota
Pelabuhan yang fungsinya bukan saja sebagai tempat bongkar muat barang
tetapi juga akan berkembang sebagai Kota Perdagangan. Akhirnya Bandar
Pulau Poncan Ketek mati bahkan bekas-bekasnya pun tidak terlihat saat
ini. Sebaliknya Bandar Baru yaitu Kota Sibolga yang sekarang berkembang
pesat menjadi Kota Pelabuhan dan Perdagangan.
Pada zaman awal kemerdekaan Republik Indonesia Kota Sibolga menjadi
ibukota Keresidenan Tapanuli di bawah pimpinan seorang Residen dan
membawahi beberapa “Luka atau Bupati”. Pada zaman revolusi fisik Sibolga
juga menjadi tempat kedudukan Gubernur Militer Wilayah Tapanuli dan
Sumatera Timur Bagian Selatan, kemudian dengan dikeluarkannya surat
keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor: 102 Tanggal 17 Mei 1946,
Sibolga menjadi Daerah Otonom tingkat “D” yang luas wilayahnya
ditetapkan dengan Surat Keputusan Residen Tapanuli Nomor: 999 tanggal 19
November 1946 yaitu Daerah Kota Sibolga yang sekarang. Sedang desa-desa
sekitarnya yang sebelumnya masuk wilayah Sibolga On Omne Landen menjadi
atau masuk Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah.
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1956 Sibolga
ditetapkan menjadi Daerah Swatantra Tingkat II dengan nama Kotapraja
Sibolga yang dipimpin oleh seorang Walikota dan daerah wilayahnya sama
dengan Surat Keputusan Residen Tapanuli Nomor: 999 tanggal 19 November
1946.
Selanjutnya dengan Undang-Undang Nomor: 18 tahun 1956 Daerah Swatantra
Tingkat II Kotapraja Sibolga diganti sebutannya menjadi Daerah Tingkat
II Kota Sibolga yang pengaturannya selanjutnya ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
yang dipimpin oleh Walikota sebagai Kepala Daerah. Kemudian hingga
sekarang Sibolga merupakan Daerah Otonom Tingkat II yang dipimpin oleh
Walikota Kepala Daerah.
Kemudian dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor: 19 Tahun
1979 tentang pola dasar Pembangunan Daerah Sumatera Utara, Sibolga
ditetapkan Pusat Pembangunan Wilayah I Pantai Barat Sumatera Utara.
Perkembangan terakhir yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah
Daerah Nomor: 4 Tahun 2001, tentang Pembentukan Organisasi Kantor
Kecamatan, Sibolga dibagi menjadi 4 (empat) Kecamatan, yaitu: Kecamatan
Sibolga Utara, Kecamatan Sibolga Kota, Kecamatan Sibolga Selatan, dan
Kecamatan Sibolga Sambas.(http://www.sibolgakota.go.id/index.php/profil/sejarah-kota)
Kota Sibolga memiliki iklim tropis dan musim yang tidak menentu sehingga Kota Sibolga sangat berpotensi dalam sumber daya alam bidang kelautan dan pertanian.
Dengan luas wilayah yang kecil, Sibolga mampu membangun sarana dan prasarana yang baik dan memadai sehingga menciptakan sumber daya manusia yang terbilang unggul dalam bidang akademik, spiritual, maupun atitude. Sibolga memiliki pelabuhan yang menjadi salah satu aspek sarana perhubungan dan sarana transaksi bagi masyarakat dan kini Kota Sibolga telah memiliki bandar udara sehingga membuat kota ini menjadi salah satu kota yang memiliki jaringan yang termasuk lengkap.
Jumlah penduduk di Kota Sibolga pada sensus tahun 2010 sebesar 84.481 orang dengan luas 10,77 km². Memiliki 4 kecamatan yaitu Sibolga Utara, Sibolga Kota, Sibolga Selatan dan Sibolga Sambas dan 17 kelurahan yaitu Sibolga Ilir, Angin Naul, Hutabarangan, Hutatongatonga, Simaremare, Pasar Baru, Pasar Belakang, Pancuran Gerobak, Kota Baringin, Pancuran Kerambi, Pancuran Pinang, Pancuran Kerambi, Pancuran Dewa, Aek Muara Pinang, Aek Habil, Aek Parombunan dan Aek Manis.( http://www.sibolgakota.go.id/index.php/pemerintahan/kelurahan)
Berkaitan dengan perencanaan wilayah dan Kota Sibolga, Kota Sibolga memang sudah memiliki sarana dan prasarana yang memadai layaknya sebuah kota. Pertumbuhan penduduk dan luas wilayah Kota Sibolga termasuk seimbang. Bangunan-bangunan yang ada di Kota Sibolga kebanyakan bangunan yang mewah. Di pusat kotanya juga bentuk jalannya didesain bersekat dan tersusun rapi. Pasar juga terletak di daerah yang strategis karena dilalui oleh angkutan umum dan tempanya berada ditengah-tengah kota.

Namun kendala pada saat ini adalah lampu lalu lintas yang kini menjadi permasalahan di Kota Sibolga, yaitu lampu hijau yang sama-sama menyala meskipun berlawanan arah.
Perempatan jalan di Kota Sibolga memang masih menggunakan lampu lalu lintas yang lampu hijau nya searah, ini pasti sangat membahayakan bagi pengguna jalan raya di Kota Sibolga. (http://kabartapanuli.com/blog/2014/05/08/lampu-merah-di-sibolga-paling-aneh-se-indonesia/) dan juga lampu lalu lintas di jalan Imam Bonjol yang tak berfungsi, sudah sering terjadi kecelakaan di jalan tersebut namun sampai saat ini belum ada perbaikan untuk menyalakan lampu yang kini hanya dipergunakan sebagai lampu pajangan di jalan saja.

Visi dan misi saya masuk Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro:
Visi : saya ingin nantinya pulang ke Sibolga dan menjadi pemimpin di sana, saya juga
akan memperbaiki sistem tatanan kota yang kurang baik di sana seperti masalah
lampu lalu lintas yang terjadi sekarang ini.
Misi. : belajar dan bekerja keras guna memperdalam ilmu tentang perencanaan kota dan
meningkatkan hard skill dan soft skill untuk menunjang pembentukan seorang
planner yang berkualitas dan tidak lupa juga berdoa sambil berusaha.
Langganan:
Postingan (Atom)